Kemiskinan dan
Kesenjangan
A.
Pengertian Kemiskinan
Menurut
Suparlan (1984) kemiskinan merupakan sebagai suatu standar tingkat hidup yang
rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang
dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak
pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan kehidupan moral, dan rasa harga
diri dari mereka yang terolong sebagai orang miskin
Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.
Selain
itu, kemiskinan dapat dilihat sebagai masalah multidimensional karena berkaitan
dengan ketidakmampuan akses secara ekonomi, sosial, budaya, politik dan
partisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan memiliki arti yang lebih luas dari
sekedar lebih rendahnya tingkat pendapatan atau konsumsi seseorang dari standar
kesejahteraan terukur seperti kebutuhan kalori minimum atau garis kemiskinan,
akan tetapi kemiskinan memiliki arti yang lebih dalam karena berkaitan dengan
ketidakmampuan untuk mencapai aspek di luar pendapatan (non-income factors)
seperti akses kebutuhan minimun; kesehatan, pendidikan, air bersih, dan
sanitasi. Kompleksitas kemiskinan tidak hanya berhubungan dengan pengertian dan
dimensi saja namun berkaitan juga dengan metode yang digunakan untuk mengukur
garis kemiskinan.
B.
Faktor – Faktor Penyebab Kemiskinan
Beberapa
faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz (1997)
yaitu :
1).
Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat
pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan
tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau
keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan
seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2).
Malas Bekerja
Adanya
sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang
bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
3).
Keterbatasan Sumber Alam
Suatu
masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan
keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu
miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4).
Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan
lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara
ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara
faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena
keterbatasan modal dan keterampilan.
5).
Keterbatasan Modal
Seseorang
miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan
dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan
untuk memperoleh penghasilan.
C.
Indonesia Menggunakan Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah kondisi dimana seseorang atau keluarga
memiliki pendapatan tetapi tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan minimumnya
sehari-hari secara efisien.
Negara Indonesia menggunakan
kemiskinan absolut karena dapat membantu pemerintah dalam menangani kemiskinan
itu sendiri sebab pemerintah dalam menanggulangi upaya kemiskinan pada berbagai
sektor pelayanan publik, misalnya di bidang pangan, kesehatan, pendidikan dan
perumahan. Untuk mengukur kemiskinan dan kriteria penduduk miskin, pemerintah
dapat menggunakan pendekatan pendapatan atau pengeluaran penduduk untuk
pemenuhan kebutuhan dasar minimum, pendekatan rata-rata per-kapita dan
pendekatan klasifikasi keluarga sejahtera seperti yang digunakan oleh BKKBN.
Pendekatan ini dapat digunakan untuk
menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu atau perkiraan dampak
suatu proyek terhadap kemiskinan. Pendekatan ini juga merupakan pendekatan yang
digunakan oleh Bank Dunia untuk dapat membandingkan angka kemiskinan antar
negara. Bank Dunia menggunakan pendekatan ini karena memudahkan dalam
menentukan kemana dana bantuan akan disalurkan dan kemajuan yang dicapai suatu
negara dapat dianalisis.
Contohnya, pada tahun 2008, BPS menetapkan lagi 8 variabel yang dianggap
layak dan operasional sebagai indikator untuk menentukan rumah tangga miskin,
yaitu : 1) luas lantai per-kapita, 2) jenis lantai, 3) air minum/ketersediaan
air bersih, 4) jenis jamban/wc, 5) kepemilikan aset, 6) pendapatan per-bulan,
7) pengeluaran, khususnya prosentase pengeluaran untuk makanan dan 8) konsumsi
lauk pauk.
D. Hubungan Penduduk Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Terkait dengan Masalah
Tenaga Kerja dan Pengangguran
Jumlah penduduk adalah salah satu indikator penting dalam suatu negara.
Para ahli ekonomi klasik yang di pelopori Adam smith bahkan menganggap bahwa
jumlah penduduk merupakan input yang potensial yang dapat digunakan sebagai
faktor produksi untuk meningkatkan produksi suatu rumah tangga perusahaan.
Semakin banyak penduduk maka semakin banyak pula tenaga kerja yang dapat
digunakan. Oleh karena jumlah penduduk terus bertambah, maka banyak yang harus
dicanangkan untuk mengatasi keadaan jumlah penduduk yang semakin bertambah. Jumlah
penduduk yang banyak disertai kemampuan dan usaha dapat meningkatkan
produktivitas dan membuka lapangan kerja baru, akan tetapi apabila jumlah
penduduk yang banyak tidak disetai dengan kemampuan dan usaha dapat menghambat
kesempatan kerja dan bisa berakibat menimbulkan pengangguran. Jumlah penduduk
yang banyak tidak disertai dengan lapangan kerja yang memadai akan menimbulkan
banyak penduduk yang tidak tertampung dalam lapangan kerja maka masalah timbul
yaitu penggangguran.
Makadari
itu, dalam merencanakan pertumbuhan ekonomi dalam hubungannya dengan penggunaan
tenaga kerja, juga diperlukan adanya perencanaan tenaga kerja (manpower
planning) yang tepat. Dalam membahas tenaga kerja tidak pernah lepas dari pengangguran
karena keduanya saling berhubungan. Untuk
mengetahui tingkat pengangguran yang wujud pada suatu waktu tertentu perlulah
terlebih dahulu diketahui jumlah tenaga kerja atau angkatan kerja yang ada
dalam perekonomian. Jumlah tenaga kerja tidak boleh disamakan dengan jumlah
penduduk. Sebagian dari penduduk tidak dapat digolongkan sebagai tenaga kerja
karena mereka masih terlalu muda atau sudah terlalu tua untuk dapat bekerja dengan
efektif.
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar