HUKUM PERJANJIAN
A.
Standar kontrak
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum
dan khusus.
1.
Kontrak standar umum artinya kontrak
yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada
debitur.
2.
Kontrak standar khusus, artinya
kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk
para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
B. Pengertian Perjanjian
Dalam hukum asing
dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda), contract /agreement (bahasa
Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal
sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah
tersebut memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila
istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi
hukum.
Istilah kontrak atau
perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHP, bahkan didalam ketentuan hukum
tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian. Disamping istilah
tersebut, kitab undang-undang juga menggunakan istilah perikatan, perutangan,
namun pengertian dari istilah tersebut tidak diberikan.
Pada pasal 1313 KUHP
merumuskan pengertian perjanjian, adalah : suatu perbuatan satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
C.
Jenis - Jenis Kontrak
Tentang jenis-jenis
kontrak KUHP tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal
ialah penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak asas beban, dan
kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak cuma-cuma.
Kontrak timbal balik
merupakan perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak menyandang status sebagai
berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik,
kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur,
begitu juga sebaliknya.
Kontrak sepihak
merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan
memberi hak pada yang lain untuk menerima prestasi. Contohnya perjanjian
pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian
pinjam pengganti cuma-cuma, dan penitipan barang dengan cuma-cuma.
Arti penting pembedaan
tersebut ialah :
Berkaitan dengan aturan
resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada
perjanjian timbal balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual
beli.
D.
Macam – Macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator
ialah sebagai berikut:
1. Perjanjian
dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
2. Perjanjian
sepihak dan perjanjian timbal balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3. Perjanjian
konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
4. Perjanjian
bernama, tidak bernama dan, campuran
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
E.
Syarat - Syarat Sah Perjanjian
Suatu kontrak dianggap
sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang
harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat
pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan
antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh
karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu
adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut
dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian
tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada
saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa
atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata
yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah
orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai
suatu hal tertentu
Secara
yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui.
Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap
perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian
penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak
mengira-ngira.
4. Suatu
sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta
perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi,
dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai
orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat
ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
F.
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat
lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi:
1. Kesempatan
penarikan kembali penawaran
2. Penentuan
resiko
3. Saat
mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
4. Menentukan
tempat terjadinya perjanjian.
Mariam Darus
Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui
(overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang
menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima
penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang
bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
1. Teori Pernyataan (Uitings Theorie).
2. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
3. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
4. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
2. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
3. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
4. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
G.
Pelaksanaan Perjanjian dan Pembatalan Perjanjian
Pengaturan mengenai
pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat
suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP.
Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak
adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu. Salah satu pasal yang
berhubungan langsung dengan pelaksanaannya ialah pasal 1338 ayat 3 yang
berbunyi ”suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan etiket baik.” Dari pasal
tersebut terkesan bahwa untuk melaksanakan kontrak harus mengindahkan etiket
baik saja, dan asas etiket baik terkesan hanya terletak pada fase atau
berkaitan dengan pelaksanaan kontrak, tidak ada fase-fase lainnya dalam proses
pembentukan kontrak.
1. Asas
yang mengikat dalam pelaksanaan kontrak
Hal-hal yang mengikat
dalam kaitan dengan pelaksanaan kontrak ialah :
a. Segala
sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan
undang-undang.
b. Hal-hal
yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu
pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap.
Bila
suatu hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang dan belum juga dalam kebiasaan
karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak dihadapi dalam praktek, maka
harus diciptakan penyelesaiannya menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.
Pelaksanaan kontrak
harus sesuai dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam suatu
kontrak mengandung dua fungsi, yaitu :
a. Fungsi
melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan
itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contoh : dilarang membuat kontrak
pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, bunga yang amat tinggi
tersebut bertentangan dengan asas kepatutan.
b. Fungsi
menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan
asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi
kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka
tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.
2. Pembatalan
perjanjian yang menimbulkan kerugian
Pembelokan pelaksanaan
kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu
pihak konstruksi tersebut dikenal dengan
sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak
dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam
kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar
janji, yaitu :
1. Tidak
memenuhi prestasi sama sekali
2. Terlambat
memenuhi prestasi, dan
3. Memenuhi
prestasi secara tidak sah
Akibat munculnya
wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut
penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi. Pihak
yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak
yang menderita kerugian.
Tuntutan pihak yang
dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :
1. Pemenuhan
perikatan
2. Pemenuhan
perikatan dengan ganti rugi
3. Ganti
rugi
4. Pembatalan
persetujuan timbal balik, atau
5. Pembatalan
dengan ganti rugi
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar